Minggu, 13 Maret 2011

ku anggap sebagai pembalasan dendammu

Sungguh sulit ku percaya..

Ketika hati ini mulai terbuka untuknya, ketika rasa sayang ini semakin kuat untuk dia yang pernah ku sia-siakan, sekarang aku harus merasakan rasa sakit yang sangat. Rasa sakit yang membuat dada ini sangat sesak, walaupun ini bukan penghianatan yang pertama kali ku alami tapi sakit ini tetap saja mampu mengerogoti setiap ruang hatiku.

***

“mau kah kau menjalin kasih denganku lagi?” katamu tiba-tiba setelah sekian bulan aku sia-siakan.

Namun, aku hanya menanggapinya sebagai suatu lelucon. Dan ku balas dengan sebuah senyuman jengah.

“aku serius, dek. Mau kah kau beri aku satu kesempatan membuatmu jatuh cinta kepadaku?” katamulagi

Setelah menarik nafas dalam aku berkata “apa ini cara kakak untuk balas dendam akan perbuatanku waktu itu?”

“tidak dek. Sumpah. setelah kejadian itu aku tidak menaruh dendam sedikitpun padamu. Walaupun sempat aku menjalin hubungan dengan gadis lain namun jujur dalam hati ini hanya menginginkan adek.” Katamu lagi dengan memasang wajah yang bagiku sangat memelas.

“beri aku waktu kak.”

Kau hanya menjawabku dengan sebuah anggukan.

Hanya diam yang menemani kita dalam perjalanan saat kau mengantarku pulang.

**

“bagaimana kalau kita jalani dulu saja kak” kataku saat perjumpaan kita berikutnya.

“maksudnya?”

“ya. Kita begini saja. Untuk membuatku mencintaimu tidak perlu diikat dengan hubungan berpacaran”

Kau masih terdiam dengan tanda Tanya besar yang mengisi kepalamu.

“dengan begini, jika kita tidak berjodoh dikemudian hari tidak akan menimbulkan luka yang dalam untuk kita berdua.” Ku pinjam nasehat sahabatku.

“tapi..” kau tak sanggup melanjutkan ucapanmu.

“maafkan aku kak, tapi aku belum bisa mengambil resiko. Seperti yang kakak tahu aku baru saja putus.”

“baiklah. Semoga kita berjodoh.” Sambungmu.

**

Kau tahu? kau sungguh berhasil merebut hatiku. Membuatku merasa beruntung telah memberimu kesempatan. Memberi kebahagiaan tersendiri dalam hidupku.

Aku akui aku jatuh cinta. Kau mampu meciptakan taman bunga dihati ini hanya dalam waktu yang singkat. Entahlah ini semua karena pesonamu atau hanya karena aku memang wanita yang mudah jatuh cinta??

Sangat kunikmati hari-hari bersamamu hingga tiba suatu hari dimana rasanya aku sangat kecewa, kecewa akan keputusannku telah mempercayaimu. Yang lebih membuatku kecewa adalah mengabaikan nasehat sahabatku. Dengan berpacaran denganmu.

“aku sangat menyayangimu, dek.” Katamu ditelepon waktu itu.

“aku hanya tersenyum karena ini sudah yang kesekian kalinya kau mengatakannya.

“kalau suatu saat nanti kakak menikah dengan wanita lain maukah kau menungguku?” pertanyaan bodoh kau lemparkan padaku.

“hahaha . . ada apa ini? Kakak dijodohkan?” tanyaku.

“tidak dek.” Jawabmu serius.

Aku belum bisa menerka apa yang akan dikatakanmu. Jantungku berdetak melebihi batas normal, aku tidak siap. Ya, sangat tidak siap.

“jika ku ceritakan aku takut adek akan membenciku.” Dia menarik nafas panjang dan meneruskan “tapi aku tak mau kau mendengarnya dari mulut orang lain, dan sebelum ku ceritakan aku ingin adek tau. Rasa cinta dan sayang ini selamanya hanya untukmu seorang”

Rasanya ingin segera ku hentikan obrolan ini, tapi entah kenapa dilain sisi aku ingin terus mendengarkan lanjutannya.

“dan adek harus berjanji tak akan membenciku”

“insyaAllah kak” sambungku dengan suara bergetar.

“waktu kau menolak cintaku beberapa bulan lalu aku sangat depresi, tak ada Yang bisa kulakukan selain memikirkanmu. Hari-hari ku lewati dengan hura-hura bersama teman-temanku, hingga kutemukan seorang gadis dan memacarinya.” Kau diam sejenak dan melanjutkan lagi “karena sakit hati yang kau goreskan dihatiku aku melampiaskan padanya. Aku melakukan hubungan terlarang dengannya, dia hamil dek.” Katamu terisak.

Entah apa yang kurasakan saat itu, rasanya hati ni dicabik-cabik. Aku terpaku. ku sembunyikan isakan tangisku.

“candaanmu kali ini tidak lucu kak” sambungku penuh harap.

“maafkan aku” katamu lagi

“kalaupun aku menikahinya ku mohon adek jangan pergi, aku berjanji setelah anak itu lahir aku akan menceraikannya”

Ya Tuhan, inikah lelaki yang ku cintai. Lelaki brengsek yang dengan mudahnya berbuat namun tak mau terbebani.

“tidak kak. Kau terlalu egois, kau pikir pernikahan itu main-main? Itu anakmu, bagaimana kau tega menyakitinya. Dia butuh belaian seorang ayah, bukan sekedar pengakuan.” Kataku dengan emosi dengan air mata dipipi.

“tapi yang kuciintai adek, bukan gadis itu.” Sergahmu kemudian.

“tapi mulai sekarang kau harus mencintainya, lupakan aku kak.” Tak bisa lagi ku tahan isak tangisku.

“aku mohon kau mengerti, aku butuh dukunganmu, dek. Tolong tunggu aku” katamu

“setelah semua ini kau minta aku menunggu? Dimana hatimu?teganya kau berkata seperti itu. “ tapi kalimat itu hanya berani kuucapkan dalam hati.

Kami terdiam sampai ku mendapat kekuatan untuk berkata lagi.

“hubungan kita cukup sampai disini, kak. Jika kau benar-benar mencintaiku maka nikahi dan bahagiakan dia”

“jika kau butuh bantuan panggillah aku, sebagai adik yang baik aku akan membantumu.” Ucapku lagi

“tapi, dek. Aku mencintaimu.”

“maafkan aku” kataku tegas lalu ponsel ku non aktifkan

Aku butuh ketenangan.

***

Kuanggap ini sebagai balasan dulu aku menyakitimu. Kau berhasil membalaskan dendammu padaku.Ya. Aku kalah.

tapi hidupku tidak sampai disini. Kau tidak mampu mematahkan semangatku. Dan lebih beruntung aku mempunyai sahabat yang baik.

“maafkan aku Re. aku tidak pernah tau kejadian itu. Pantas saja kakakku sering marah kalau ku ceritakan hubunganmu dengan dia. aku lupa kalau mereka itu adalah teman.” Kata Nana saat ku berada dikamarnya menumpahkan keluh kesahku.

“iya, lupakan saja” jawabku dengan senyum.

“Sebaiknya kau ajak aku kesuatu tempat” kataku lagi sambil nyengir

“yee. Tidak bahagia tidak sedih sama saja hobbynya jalan.” Kata Nana sewot tapi senyum manisnya tetap tersungging.

“baiklah. Kita ke taman saja bersama adikku” sambungnya lagi.

“oke.jam 4 ya. Aku pulang dulu Na. dadaaaaa” kataku seceriah mungkin.

Dan ditaman itu ku lepaskan semua sedihku. Bersama Nana dan adik kecilnya Hanny.

Pantai oesapa, 12 februari 2010.

04.43 wita

(Diambil dari kisah seorang sahabat.)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar